Blog
Tekanan sosial kadang efeknya nggak main-main. Demi membangun image atau citra tertentu di lingkungan sosial, banyak orang rela mengorbankan kebutuhan utama mereka. Fokus yang seharusnya digunakan untuk mengatur prioritas justru bergeser menjadi upaya untuk terlihat “ideal” di mata orang lain. Akibatnya, muncul kebiasaan untuk selalu berusaha menyenangkan orang lain tanpa mempertimbangkan kemampuan diri sendiri.
Nggak jarang, keinginan untuk diakui atau diterima dalam komunitas tertentu juga jadi pemicu gaya hidup konsumtif yang nggak ada habisnya. Padahal, hal ini berdampak langsung pada kondisi keuangan pribadi, lho!
Pada: 06 Nov 2025
Blog ID:
Bukan cuma selebriti atau publik figur yang memikirkan citra diri, tapi juga banyak masyarakat pada umumnya. Hal ini terjadi karena image sering dijadikan tolak ukur pertama agar bisa diterima dalam kelompok sosial tertentu. Sayangnya, demi mengejar image itu, banyak orang yang rela mengorbankan kebutuhan penting dan menjadikannya sebagai “modal awal” untuk tampil sempurna di mata orang lain.
Secara sederhana, image atau citra adalah persepsi atau gambaran yang dimiliki orang lain tentang seseorang, kelompok, atau organisasi. Citra ini dibentuk oleh berbagai faktor seperti penampilan, perilaku, komunikasi, nilai yang dianut, hingga rekam jejak di media sosial.
Menjaga citra diri sebenarnya bukan hal yang salah. Dalam beberapa situasi, hal itu memang diperlukan. Namun, masalahnya muncul ketika citra tersebut dijadikan tujuan utama, hingga mengesampingkan hal-hal yang lebih penting, seperti kestabilan keuangan dan kesejahteraan pribadi.
Istilah “jaga image” kini punya konotasi negatif. Di era digital, media sosial jadi wadah bagi banyak orang untuk berlomba-lomba menampilkan citra kemewahan. Mulai dari jalan-jalan, beli barang mewah, hingga pamer mobil baru, semuanya jadi simbol status sosial.
Masalahnya, tidak semua orang benar-benar mampu menjalani gaya hidup itu. Banyak yang akhirnya memaksakan diri hanya demi terlihat “mapan” di dunia maya, padahal kondisi keuangannya tidak mendukung.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi perilaku ini:
Lingkungan sosial punya peran besar dalam menciptakan standar hidup “ideal” yang diukur dari gaya hidup dan kepemilikan barang, bukan dari kestabilan finansial. Akibatnya, banyak orang mengalihkan dana kebutuhan utama demi mengejar hal-hal tersier yang sebenarnya tidak penting.
Tak jarang seseorang merasa harus memenuhi harapan keluarga, teman, pasangan, atau lingkungannya, meskipun itu membuatnya merugi secara finansial. Tekanan untuk “terlihat berhasil” ini sering membuat seseorang mengutamakan citra dibanding kenyamanan pribadi, hingga lupa bahwa setiap orang punya perjalanan dan kemampuan finansial yang berbeda.
Ketika terlihat “kurang ideal”, seseorang bisa merasa takut dikritik atau ditolak. Demi merasa aman dan diterima, mereka akhirnya lebih memilih untuk menjaga citra daripada kenyataan. Padahal, penerimaan diri jauh lebih penting daripada sekadar diterima oleh orang lain yang mungkin hanya menilai dari permukaan.
Banyak orang salah kaprah menganggap kebahagiaan identik dengan kemewahan atau status sosial. Akhirnya, mereka berusaha keras untuk terlihat bahagia dari luar, padahal dalam hati justru merasa kosong dan lelah.
Pemahaman yang salah ini membuat banyak orang lupa bahwa kebahagiaan sejati datang dari rasa cukup dan ketenangan, bukan sekadar pencapaian yang bisa dipamerkan.
Hal-hal di atas jadi alasan kenapa banyak orang terlihat makmur, padahal sebenarnya sedang kesulitan secara finansial. Terjebak dalam utang konsumtif karena tidak bisa membedakan antara kebutuhan prioritas dan kepentingan image.
Padahal, kalau dipikir-pikir, apa nggak capek terus memaksakan diri jadi seseorang yang sebenarnya nggak kita sanggupi? Jadi diri sendiri dan hidup seperlunya itu jauh lebih menenangkan, lho. Nggak perlu mikirin ekspektasi orang lain, apalagi sampai rela ngeluarin uang cuma buat ikut tren yang belum tentu bikin bahagia.
Kecuali kamu memang sedang berusaha hidup sederhana tapi punya kebutuhan mendesak yang harus segera dipenuhi, misalnya untuk dana darurat, pendidikan, atau kebutuhan penting lainnya, kamu bisa mempertimbangkan pinjaman yang aman dan terpercaya.
Pakai Tunaiku dari Amar Bank, solusi pinjaman online yang cepat, aman, dan nyaman.
Tunaiku adalah layanan pinjaman online resmi yang berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Cukup dengan KTP, kamu bisa mengajukan pinjaman hingga Rp30 juta, tanpa perlu datang ke kantor cabang.
Mau untuk dana darurat, biaya pendidikan, atau modal usaha kecil, semuanya bisa dilakukan dengan mudah lewat Tunaiku. Dengan proses cepat, aman, dan transparan, Tunaiku jadi pilihan terbaik buat kamu yang butuh solusi finansial tanpa ribet.
Ingat, ya: image itu bukan segalanya. Apalagi kalau sampai bikin kamu mengorbankan kebutuhan utama. Jaga image secukupnya aja, yang penting tetap jadi diri sendiri dan bahagia dengan cara kamu.
Ayo unduh Amar Bank retail di marketplace yang sesuai dengan handphonemu: